TUGAS MATA KULIAH ETIKOLEGAL DALAM KEBIDANAN
Dosen Pengampu : Ketut Simpen, S.ST, S. Sos
![]() |
Oleh Kelompok : 1
1.
Ida Ayu Ketut Swarsini (12006)
2.
Putu Liana Astari (12012)
3.
I Gusti Agung Intan (12016)
4.
Ni Luh Putu Ayu Ningsih (12025)
5.
Ni Putu Chandra Cintya Devi (12026)
6.
Nyoman Desita Trijayanti (12035)
7.
Ni Putu Diah Mutiara Yanti (12039)
8.
Gusti Ketut Widiarsini (12042)
IA
DINAS
KESEHATAN PROVINSI
BALI
UPT. AKADEMI KEBIDANAN
2012/2013
KATA
PENGANTAR
Om
Swstyastu,
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNyalah kami dapat
menyelesaikan makalah Etikolegal dalam
Kebidanan yang bejudul “Aborsi Ditijau dari Sisi Etikolegal”.
Makalah ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata kuliah Etikolegal dalam Kebidanan.
Kami juga ucapkan terima kasih
kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini :
1.
Ibu Ketut Simpen, S.ST, S.Sos sebagai
pengajar dan pembimbing kami dalam menulis makalah ini.
2.
Dan teman-teman kelas 1A yang telah
memberi masukannya dalam penulisan makalah ini.
Penulisan makalah ini bertujuan
untuk memberikan informasi tentang penerapan
nilai-nilai etika yang patut diterapkan dalam kebidanan dalam melaksanakan
praktek kebidanan.
Kami sangat menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima
kasih.
Om Santih,Santih,Santih Om
Singaraja, 12 April 2013
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2 Landasan
Teori ....................................................................
4
BAB II
STUDI KASUS .............................................................................
10
2.1
Alasan Aborsi ……...…………..................................................
10
2.2 Contoh Kasus Aborsi………………………..............................
11
2.3 Solusi
Kasus Aborsi………………............................................
12
BAB III PENUTUP .......................................................................................14
3.1 Simpulan ..................................................................................
14
3.2 Saran .........................................................................................
14
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………...…....15
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Derasnya arus globalisasi yang semakin
mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dunia, juga mempengaruhi munculnya
masalah/penyimpangan etik sebagai akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan
yang menimbulkan konflik terhadap nilai. Arus kesejahteraan ini tidak dapat
dibendung, pasti akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dalam hal ini bidan
yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali
pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.
Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya
berkaitan dengan falsafah moral yaitu menganai apa yang dianggap baik atau
buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan atau
perkembangan norma atau nilai. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan
moral bisa berubah dengan lewatnya waktu.
Masalah etik tentang kesehatan yang muncul di masyarakat
belakangan ini semakin terlihat. Misalnya saja, kasus aborsi yang menjadi buah
simalakama di Indonesia. Di sisi lain aborsi dengan alasan non medik dilarang
dengan keras di Indonesia tapi di sisi lainnya aborsi ilegal meningkatkan
resiko kematian akibat kurangnya fasilitas dan prasarana medis, bahkan aborsi
ilegal sebagian besarnya dilakukan dengan cara tradisional yang semakin
meningkatkan resiko tersebut. Angka kematian akibat aborsi mencapai sekitar 11
% dari angka kematian ibu hamil dan melahirkan di Indonesia mencapai 390 per
100.000 kelahiran hidup, sebuah angka yang cukup tinggi bahkan untuk ukuran
Asia maupun dunia.
Penelitian yang dilakukan Population Council mengemukakan
jumlah pengguguran kandungan (aborsi) di Indonesia pada tahun 1989 diperkirakan
berkisar antara 750.000 dan 1.000.000. Ini berarti terjadi sekitar 18 aborsi
per 100 kehamilan, bila diasumsikan ada sekitar 4,5 juta kelahiran hidup di
Indonesia. Pada tahun 2000 Koran Kompas edisi 3 Maret 2000 mengungkapkan data
bahwa pada tahun 2000 di Indonesia diperkirakan terjadi sekitar 2,3 juta
aborsi. Jumlah ini meningkat tajam dibandingkan dengan data aborsi pada tahun
1989. Adanya peningkatan jumlah aborsi ini sangat memprihatinkan. Adapun
penyebab aborsi yang semakin meningkat itu adalah pergaulan yang semakin bebas.
Sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah aborsi, jumlah Angka
Kematian Ibu (AKI) juga semakin meningkat. Hasil penelitian Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) mendapatkan hasil bahwa AKI di Indonesia mencapai 390 per
100.000 kelahiran tahun 2000. Berdasarkan hasil ini, maka AKI di Indonesia
menduduki urutan teratas di Asia Tenggara. Adapun penyebab tingginya Angka
Kematian Ibu di Indonesia adalah kasus aborsi.
Data-data hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kasus
aborsi merupakan masalah yang sangat serius yang harus dihadapi bangsa
Indonesia.Walaupun aborsi dilarang, ternyata perbuatan aborsi semakin marak
dilakukan. Hal ini membutuhkan penegakan hukum yang sungguh-sungguh dari aparat
penegak hukum di Indonesia. Penegakan hukum ini harus diintensifkan mengingat
buruknya akibat aborsi yang tidak hanya menyebabkan kematian bayi yang
diaborsi, tetapi juga ibu yang melakukan aborsi. Penegakan hukum ini pula harus
mendapatkan perhatian penting dari tenaga kesehatan yang memiliki peran besar
dalam tindakan aborsi ini.
Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di
masyarakat. Namun terlepas dari kontorversi tersebut, aborsi diindikasikan sebagai
masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan
kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan
melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Sebenarnya aborsi juga
merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi
perdarahan dan sepsis (Gunawan, 2000). Hal itu terjadi karena hingga saat ini
aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.
Di negara-negara yang tidak mengizinkan aborsi seperti
Indonesia, banyak perempuan terpaksa mencari pelayanan aborsi tidak aman karena
tidak tersedianya pelayanan aborsi aman atau biaya yang ditawarkan terlalu
mahal. Pada remaja perempuan kendala terbesar adalah rasa takut dan tidak tahu
harus mencari konseling. Hal ini menyebabkan penundaan remaja mencari
pertolongan pelayanan aman, dan sering kali terperangkap di praktek aborsi
tidak aman.
Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang
tidak diinginkan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih, atau tidak
mengikuti prosedur kesehatan atau kedua-duanya (Definisi WHO). Dari 46 juta
aborsi/tahun, 20 juta dilakukan dengan tidak aman, 800 wanita diantaranya
meninggal karena komplikasi aborsi tidak aman dan sekurangnya 13 persen
kontribusi Angka Kematian Ibu Global (AGI, 1997; WHO 1998a; AGI, 1999). WHO
memperkirakan ada 4,2 juta aborsi dilakukan per tahun, 750.000 – 1,5 juta
dilakukan di Indonesia, 2.500 orang diantaranya berakhir dengan kematian
(Wijono, 2000).
Sedangkan untuk saaat ini, Wakil Ketua Umum Perhimpunan
Dokter Spesialias Andrologi Indonesia (Persandi), Prof Dr dr Wimpie Pangkahila
Sp.And, mengatakan kasus aborsi ini tersebar merata dari kota sampai desa. “Dari
2,5 juta kasus itu, antara 10%-20% pelakunya perempuan usia remaja,” katanya
kepada wartawan di sela Life Extension Strategies and Recent Reproductive Healt
Issues di Hotel Patra Semarang, Rabu (18/4/2012). Kalau di wilayah perkotaan,
untuk melakukan aborsi ditangani oleh dokter, sedang di wilayah pedesaan yang
melakukan aborsis dukun. Menurutnya angka kasus aborsi di Indonesia tercatat
lebih tinggi dibandingkan negara lain di Asia, seperti Singapura dan Korea
Selatan.
Tingginya kasus aborsi menurut Prof Wimpie, antara lain
karena semakin terbukanya perilaku pacaran, serta peran keluarga yang longgar
dalam melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya. Seks sekarang ini bukan
sesuatu yang “suci” lagi bagi sebagian kalangan remaja, sehingga kalau ada kesepakatan
dalam pacaran cenderung melakukan hubungan seks. Ketua Asosiasi Seksologi
Indonesia ini menyatakan berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKkbN) tercatat 30% mereka yang berpacaran telah melakukan hubungan
pranikah.
Dalam buku "Facts of Life" yang ditulis oleh Brian
Clowes, Phd, bahwa risiko kesehatan dan keselamatan fisik yang akan dihadapi
seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi adalah
kematian mendadak karena pendarahan hebat, kematian mendadak karena pembiusan
yang gagal, kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan,
rahim yang sobek (uterine perforation), kerusakan leher rahim (cervical
lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya, kanker payudara
(karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita), kanker indung telur
(ovarian cancer), kanker leher rahim (cervical cancer), kanker hati (liver
cancer), kelainan pada placenta (placenta previa) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya,
menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (ectopic pregnancy), infeksi
rongga panggul (pelvic inflammatory disease) dan infeksi pada lapisan rahim
(endometriosis).
Ketika
seorang wanita memilih aborsi sebagai jalan untuk mengatasi kehamilan yang
tidak diinginkan, maka wanita tersebut dan pasangannya akan mengalami perasaan
kehilangan, kesedihan yang mendalam, dan/atau rasa bersalah. Dalam kasus aborsi
yang dianjurkan dokter, perawat tak hanya sebagai konselor atau peran dan
fungsi perawat yang lain, tetapi juga dapat menjalankan prinsip dan asas etik
keperawatan yang ada untuk membantu pasien menghadapi pilihan yang telah
dipilih (aborsi).
1.2 Landasan Teori
1.2.1
Pengertian etik
Etika diartikan “sebagai ilmu yang
mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan
manusia yang didorong oleh kehendak dengan didasari pikiran yang jernih dengan
pertimbangan perasaan. Etik merupakan suatu cabang ilmu filsafat.
Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap
tindakan manusia. Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan
nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan
penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994).
Menurut bahasa, Etik diartikan
sebagai:
·
Yunani
à Ethos, kebiasaan atau tingkah laku
·
Inggris
à Ethis, tingkah laku atau prilaku manusia yang baik, tindakan yang harus
dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya.
Dalam konteks secara luas dinyatakan
bahwa etik adalah aplikasi dari proses dan teori filsafat moral terhadap
kenyataan yang sebenarnya. Hal ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dan
konsep yang membimbing makhluk hidup dalam berfikir dan bertindak serta
menekankan nilai-nilai mereka. (Shirley R Jones – Ethics in Midewifery).
Etika profesi bidan adalah suatu
tugas atau kegiatan fungsional dari suatu kelompok tertentu yang diakui dalam
melayani masyarakat. Etika profesi bidan juga merupakan norma-norma atau perilaku bertindak
bagi bidan dalam melayani kesehatan masyakat. Selain itu, Etika profesi bidan adalah perilaku seseorang
dalam menjalankan segala tugasnya sesuai dengan
keahlian dan pengetahuan yang dimiliki.
Etika profesi bidan merupakan suatu
pernyataan komperhensif dari profesi bidan yang memberikan tuntunan bagi
anggotanya untuk melaksanakan praktik dalam bidang profesinya baik yang berhubungan
dengan klien/ pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi &
dirinya sendiri. Dengan
demikan etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”,
karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok social (profesi) itu sendiri.
1.2.2
Pengertian
aborsi
a.
Pengertian aborsi menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008)
adalah terpencarnya embrio yang tak mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan
keempat dari kehamilan).
b.
Pengertian aborsi menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana di Indonesia adalah :
1)
Pengeluaran hasil konsepsi pada stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan
yang lengkap tercapai (38-40 minggu);
2)
Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (berat
kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu).
c.
Pada UU kesehatan, pengertian aborsi dibahas secara
tersirat pada pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Maksud dari ‘tindakan medis tertentu’
yaitu aborsi.
d.
Sementara aborsi atau abortus menurut dunia kedokteran
adalah kehamilan berhenti sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan
kematian janin. Apabila janin lahir selamat sebelum 38 minggu namun setelah 20
minggu disebut kelahiran prematur.
Wanita dan pasangannya yang menghadapi kehamilan yang
tidak diinginkan biasanya mempertimbangkan aborsi. Alasan untuk memilih aborsi
berbeda-beda, termasuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan atau ketika
mengetahui janin memiliki kelainan (Perry&Potter,2010).
Dalam dunia kedokteran dikenal 3
macam aborsi, yaitu:
a. Aborsi
spontan / alamiah berlangsung
tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel
telur dan sel sperma.
b. Aborsi
buatan / sengaja adalah
pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat
tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi
(dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
c. Aborsi
terapeutik / medis adalah
pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai
contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi
menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu
maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang
matang dan tidak tergesa-gesa.
1.2.3. Hukum Tentang Aborsi
Sebagai seorang bidan yang harus di perhatikan untuk
mengatasi maraknya kasus aborsi di masa sekarang ini yaitu: seorang bidan seharusnya tidak melakukan hal tesebut, jika
ada seorang klien yang datang untuk melakukan aborsi sebaiknya kita sebagai
seorang bidan memberikan konseling mengenai bahaya yang ditimbulkan oleh aborsi
tersebut, selain itu juga menjelaskan bahwa perbuatan aborsi tersebut melanggar
etika, moral, hukum dan sangat bertentangan dengan agama.
A.
Dilihat dari segi hukum
Menurut
hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk
kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”.
Yang menerima hukuman
adalah:
1. Ibu yang melakukan
aborsi
2. Dokter atau bidan atau
dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang
mendukung terlaksananya aborsi
Hukum
yang ada di Indonesia seharusnya mampu menyelamatkan ibu dari kematian
akibat tindak aborsi tak aman oleh tenaga tak terlatih (dukun). Ada 3 aturan
aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini yaitu:
1. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar
hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.
2. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
3. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan dalam
kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d
349:
·
Pasal
229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
·
Pasal
346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
·
Pasal
347:
1) Barang siapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
·
Pasal
348:
1) Barang siapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.
·
Pasal
349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam
pasal 347 & 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
dengan sepertiga & dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam
mana kejahatan dilakukan.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa:
seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
1.
Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi
terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman
penjara 12 tahun, & jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun
penjara.
2.
Jika
dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila
ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
3.
Jika
yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk
berpraktik dapat dicabut.
4.
Setiap
janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta
mempertahankan hidupnya.
B.
Dipandang dari segi agama
Perbuatan aborsi tersebut sangat dilarang dan
ditentang. Perbuatan tersebut merupakan dosa besar karena dengan sengaja
membuang anak yang merupakan darah dagingnya sendiri yang telah dititipkan
kepadanya oleh Tuhan, hal tersebut sama saja tidak mensyukuri dan perbuatan
yang sangat dibenci oleh Tuhan.
Aborsi dengan alasan apapun tidak direstui karena pelakunya akan terkena dosa. pembunuhan “Himsa”. Hal ini ditegaskan dalam Lontar Yama Purana Tattwa, bahwa mereka yang membunuh janin dalam kandungan dikutuk oleh Bhatara Yama. Dalam ephos Mahabharata, Aswatama dikutuk oleh Bhatara Kresna karena membunuh janin-janin keturunan Pendawa yang masih dalam kandungan. Jadi dalam kasus Aborsi yang terkena dosa adalah : Ayah-Ibu bayi, Dokter, Bidan atau Balian yang membantu aborsi. Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa.
Aborsi dengan alasan apapun tidak direstui karena pelakunya akan terkena dosa. pembunuhan “Himsa”. Hal ini ditegaskan dalam Lontar Yama Purana Tattwa, bahwa mereka yang membunuh janin dalam kandungan dikutuk oleh Bhatara Yama. Dalam ephos Mahabharata, Aswatama dikutuk oleh Bhatara Kresna karena membunuh janin-janin keturunan Pendawa yang masih dalam kandungan. Jadi dalam kasus Aborsi yang terkena dosa adalah : Ayah-Ibu bayi, Dokter, Bidan atau Balian yang membantu aborsi. Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa.
Kitab-kitab suci
Hindu antara lain:
· Rgveda
1.114.7 menyatakan:
MA NO MAHANTAM UTA MA NO ARBHAKAM, artinya: Janganlah mengganggu dan
mencelakakan bayi.
· Atharvaveda X.1.29:ANAGOHATYA VAI BHIMA, artinya: Jangan
membunuh bayi yang tiada berdosa.
· Atharvaveda X.1.29:MA NO GAM ASVAM PURUSAM VADHIH, artinya:
Jangan membunuh manusia dan binatang.
C. Dilihat dari segi budaya
Perbuatan tersebut melanggar norma-norma yang
akan menimbulkan kerugian terhadap sipelaku aborsi baik itu bidan maupun
kliennya. Bagi bidan sendiri nama baik nya sudah tercemar dan bisa saja orang
tidak lagi mempercayainya. Untuk kliennya akan dikucilkan oleh masyarakat.
BAB II
STUDI KASUS
2.1
Alasan Aborsi
Aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil - baik yang
telah menikah maupun yang belum menikah dengan berbagai alasan.Akan tetapi
alasan yang paling utama adalah alasan-alasan yang non-medis (termasuk jenis
aborsi buatan / sengaja).
1.
Terlalu banyak
anak
Yang berkeinginan untuk
aborsi justru yang sudah menikah karena sudah punya banyak anak.Yang anaknya
banyak ini yang kita perjuangkan.Kita akan memberikan konseling terlebih dahulu
agar si ibu mengerti dan tidak mencoba-coba aborsi yang tidak aman," jelas
Inne.
2. Riwayat kehamilan yang lalu
Wanita yang sebelumnya pernah abortus, kemungkinan besar
akan dilakukan abortus lagi penyebabnya yang lainnya masih banyak,
seperti calon ibu yang memiliki penyakit berat hingga takut bila ia melahirkan
anaknya, anaknya akan tertular penyakit pula, ada juga masalah ekonomi
banyak anak banyak pengeluaran dan lain sebagainya.
3.
Anak masih kecil
Wanita menikah juga
banyak yang ingin menggugurkan kandungan karena alasan anak masih kecil.Hal ini
biasanya terjadi karena alat kontrasepsi gagal berfungsi sehingga menyebabkan
kehamilan yang tidak diinginkan.
4.
Hamil di umur
yang terlalu tua
Kehamilan di usia tua
sebenarnya dapat membahayakan nyawa si ibu, bahkan kondisi ini turut menyumbang
tingginya angka kematian ibu. Terlebih lagi bila ibu yang usianya sudah tidak
muda ingin melakukan aborsi dengan cara yang tidak aman.
5.
Tidak siap jadi
ibu
Hal ini biasanya
disebabkan karena kurangnya informasi yang didapatkan oleh remaja. Banyak
remaja yang masih menganggap bahwa melakukan hubungan seksual pertama kali
tidak dapat menyebabkan kehamilan. Akhirnya ketika kehamilan yang tidak
diinginkan terjadi, ia tidak siap untuk menjadi ibu.
6.
Masih sekolah
Sebenarnya menurut
studi kami remaja itu tidak sampai 20 persen.Ada yang alasannya karena masih
sekolah, tapi tidak terlalu banyak dibandingkan dengan wanita menikah yang
karena kegagalan konstrasepsi," jelas Inne.
7.
Mementingkan
karir
Terkadang karir juga
menjadi alasan wanita menggugurkan kandungan. Meski jumlahnya tidak terlalu
banyak, tetapi alasan terikat kontrak kerja, tidak ingin disibukkan dengan anak
atau ingin meraih karir yang tinggi juga menjadi alasan wanita melakukan
aborsi.
Terdapat
pula alasan lainnya seperti:
·
Kelainan
pertumbuhan hasil konsepsi. Terjadi sebelum kehamilan 8 minggu. Penyebab
kelainan ini : kealianan kromosom/genetika, lingkungan tempat menempelnya hasil
pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat-zat yang
berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat-obatan, tembakau, alcohol dan
infeksi virus.
·
kelainan
pada plasenta. Berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang
disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
·
factor
ibu berupa penyakit kronis seperti, radang paru, tifus, anemia berat, keracunan
dan infeksi virus toxoplasma.
·
kelainan
yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan
bentuk rahim. Mioma uteri dan kelainan bawaan pada rahim.
2.2 Contoh Kasus Aborsi
Mahasiswi Aborsi
Memakai Pil Sakit Kepala
TERNATE,
KOMPAS.com — Warga Kota
Ternate Utara, Kamis (3/5/2012), dibuat heboh dengan kasus aborsi yang
dilakukan seorang mahasiswi di salah satu Universitas ternama di Ternate
berinisial IK. IK diketahui merupakan anak seorang pegawai di Kementerian Agama
Kabupaten Pulau Morotai.
IK diketahui hamil bersama kekasihnya J yang juga
sebagai salah satu mahasiswa di Universitas berbeda di Ternate.
Keduanya
langsung dibekuk polisi ke Mapolres Ternate, Kamis. Di hadapan penyidik, J mengisahkan,
awalnya dia mengajak IK untuk menikah lantaran mengetahui kekasihnya hamil dua
bulan.
Namun, IK yang mengaku takut kepada keluarganya
memilih menggugurkan kandungan dengan meminum pil sakit kepala yang dicampur
dengan minuman bersoda. Namun, diduga IK tidak hanya mengaborsi sendiri dengan
cara meminum obat sakit kepala dicampur minuman bersoda. “Waktu saya datang ke
rumahnya, semua sudah bersih (sudah diaborsi),” ungkap J. Karena takut, J
lantas menguburkan ari-ari janinnya di belakang rumah IK di Akehuda, Ternate
Utara. Sepulang dari kampus, J lantas mengambil janin yang masih di rumah IK,
lalu dibawa ke Bula, Ternate Utara, untuk dibuang ke pantai. Warga sekitar baru
mengetahuinya pada Selasa (1/5/2012), meski hanya segelintir orang.
Warga makin heboh saat aroma tindakan tak terpuji itu
mulai terungkap. J dan IK bahkan sempat menjadi amukan beberapa anggota
keluarganya. Petugas polisi baru mengetahuinya pada Kamis ini, dan langsung
membekuk keduanya ke Mapolres Ternate. “Kita belum bisa berikan keterangan
karena masih dalam penyelidikan,” ucap seorang penyidik. Untuk kepentingan
penyelidikan, sang mahasiswi ini dibawa ke rumah sakit guna menjalani visum.
“Agar bisa dipastikan apakah yang digugurkan itu janin atau ari-ari,” tambah
petugas penyidik tersebut.
2.3
Solusi Kasus Aborsi
2.3.1
Solusi Kasus aborsi di atas
Kasus aborsi di
atas merupakan kasus aborsi illegal. Karena dilakukan atas dasar malu atau
takut terhadap keluarga pelaku, bukan dari saran dokter karena janin memiliki
kelainan atau membahayakan kesehatan si ibu. Selain itu, proses aborsi yang
dilakukan pun tidak sesuai bidang kedokteran dengan meminum pil sakit kepala
bercampur minuman bersoda.
Berdasarkan asas etik kebidanan, kasus aborsi yang
telah disebutkan di atas diperbolehkan sesuai dengan asas etik autonomy
(otonomi) yang dimiliki pelaku aborsi. Pelaku aborsi boleh memilih dan
memutuskan untuk melakukan aborsi tanpa paksaan sebab keputusan itu adalah hak
dia. Tetapi, melanggar asas beneficience (berbuat baik / manfaat).
Karena
kasus di atas bukanlah merupakan tindakan yang baik dan tidak memberikan
manfaat apa pun, sekalipun alasannya karena takut atau malu atas janin yang
dikandungnya pada keluarga dan orang lain.
Ketika seorang wanita memilih aborsi sebagai jalan
untuk mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan, maka wanita tersebut dan
pasangannya akan mengalami perasaan kehilangan, kesedihan yang mendalam,
dan/atau rasa bersalah (Perry&Potter, 2010).
2.3.2
Solusi Lain Dalam Kasus Aborsi
Selain solusi yang disebutkan diatas, berikut ini
terdapat solusi lain dalam beberapa kasus aborsi yang dapat dilakukan oleh
masyarakat maupun tenaga kesehatan:
1.
Dari
pihak keluarga yang harusnya memperhatikan perkembangan seorang anak dalam
suatu pergaulan baik dilingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah.
2.
Tidak
lepas juga peran sekolah dalam melakukan sosialisasi bagaimana agar para siswa
mengetahui bahaya dari pergaulan bebas yang menjurus ke sex bebas yang
menyebabkan hamil di luar nikah.
3.
Menindak
tegas oknum – oknum yang membuka serta menjalankan suatu praktet untuk
melakukan aborsi.
4.
Bidan harus menyampaikan informasi
pelayanan yang akan dilakukan secara lengkap kepada klien seperti prosedur,
dampak dan akibat tindakan yang dilakukan.
5.
Adanya rasa saling percaya antara bidan
dengan klien.
6.
Dalam melakukan semua pelayanan bidan
harus bekerja secara kompeten dan sesuai dengan standar profesi.
7.
Bidan harus meningkatkan mutu pelayanan
dengan cara mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
kesehatan.
8.
Masyarakat harus bisa berfikir secara
rasional dan mengkaji semua pelayanan yang diberikan oleh bidan.
9.
Terjalinnya komunikasi yang baik antara
bidan dengan klien.
10. Keluarga
harus berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan tindakan yang akan
dilakukan oleh bidan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Aborsi
dikatakan sebagai pengguguran kandungan yang di sengaja yang saat ini menjadi
masalah yang hangat diperdebatkan. Terdapat beberapa jenis aborsi seperti aborsi
spontan / alamiah,
aborsi buatan/sengaja,
dan aborsi
terapeutik/medis.
Aborsi
dapat terjadi karena beberapa alasan, yaitu: terlalu banyak anak, riwayat kehamilan yang lalu, anak masih kecil, hamil di umur yang terlalu tua, tidak siap jadi ibu,
masih sekolah, mementingkan karir serta alasan lainnya seperti kelainan pertumbuhan hasil konsepsi,
kelainan pada plasenta, faktor ibu berupa penyakit kronis, kelainan yang
terjadi pada organ kelamin ibu.
Berdasarkan asas autonomy (otonomi), keputusan aborsi yang
diambil pada kasus aborsi adalah hak klien (orang yang melakukan aborsi).
Tetapi, pada kasus aborsi ilegal seperti contoh, hal tersebut melanggar asas
beneficience (asas manfaat / berbuat baik) sebab aborsi ilegal bukan perbuatan
baik dan dapat membahayakan kesehatan pelaku aborsi tersebut. Sehingga solusi
yang dapat dilakukan seperti bidan harus meningkatkan mutu
pelayanan dengan cara mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang kesehatan, masyarakat harus bisa berfikir secara rasional dan mengkaji
semua pelayanan yang diberikan oleh bidan, terjalinnya komunikasi yang baik
antara bidan dengan klien, keluarga harus berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan tindakan yang akan dilakukan oleh bidan sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
3.2 Saran
Bidan sebagai salah satu tenaga
pelaksana yang dapat melakukan tindak aborsi, dengan adanya kode etik diharapkan
dalam melakukan setiap pelayanan kepada klien yang ingin melakukan aborsi, sebaiknya
tetap memperhatikan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku serta melihat dan
mempertimbangkan dalam memberikan tindakan aborsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Sujiyatini, S. SiT, M. Keb & Synthia Dewi, nida, S. SiT. 2011. Catatan Kuliah Etika Profesi Kebidanan
disertai Analisis Hukum Kesehatan Terkini. Yogyakarta: Rohima Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar