BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai langkah harus diperhatikan
dalam melaksanakan perawatan kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal.penatalaksanaan meliputi
pengenalan segera kondisi gawatdarurat.stabilisasi penderita,pemberian oksigen,infus
dan terapi cairan,transfusi darah dan pemberian medikamentosa
(antibiotika,sedatif,anestesi,analgesik dan serum anti tetanus) maupun upaya
rujukan lanjutan.semua langkah dan penatalksanaan tersebut,harus dikuasai oleh
petugas kesehatan/staf klinik yang bertugas di unit gawatdarurat atau ruang
tindakan obstetri dan neonatal seperti pada kasus k Perdarahan yang mengancam nyawa
selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada
minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan
ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati
cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan
persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta
inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Setiap bayi
baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman jiwa
berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun dengan bantuan
alat-alat medis modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda
tergadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena
itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi mutlak
sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan
keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang
dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki latar belakang pendidikan
sebagai profesional ahli.
1.2
Rumusan
Masalah
1)
Apakah definisi dari
penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal?
2)
Bagaimanakah penanganan umum pada kondisi
kegawatdaruratan maternal dan neonatal ?
1.3 Tujuan
1)
Mengetahui definisi
tentang penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal
2)
Mengetahui penanganan
umum pada kondisi kegawatdaruratan maternal dan neonatal
1.4 Manfaat
Pembaca dapat menambah
pengetahuan tentang penanganan
kegawatdaruratan khususnya pada kondisi kegawatdaruratan maternal dan
neonatal,selain itu pembaca dapat menkagenali dan melakukan penatalaksanaan
pada kondisi kegawatdaruratan medik maternal dan neonatal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal
Kegawatdaruratan
adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba, seringkali merupakan
kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011).
Kegawatdaruratan
dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang
terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna
menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
Kegawatdaruratan
obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam
kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian
banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan
bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999).
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)
Kegawatdaruratan
neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat
pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan
pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis
yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff, Brousseau,
2006).
Penanganan
kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuat tim medis yang
menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas kesehatan yang
terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan.
2.2
Penanganan
Umum Pada Kondisi Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal
a.
Pastikan Jalan Napas Bebas
Harus
diyakini bahwa jalan napas tidak tersumbat. Jangan memberikan cairan atau
makanan ke dalam mulut karena pasien sewaktu-waktu dapat muntah dan cairan
muntahan dapat terisap masuk ke dalam paru-paru. Putarlah kepala pasien dan
kalau perlu putar juga badannya ke samping dengan demikian bila ia muntah,
tidak sampai terjadi aspirasi. Jagalah agar kondisi badannya tetap hangat
karena kondisi hipotermia berbahaya dan dapat memperberat syok. Naikkanlah kaki
pasien untuk membantu aliran darah balik ke jantung. Jika posisi berbaring
menyebabkan pasien merasa sesak napas, kemungkinan hla ini dikarenakan gagal
jantung dan edema paru-paru. Pada kasus demikian, tungkai diturunkan dan
naikkanlah posisi kepala untuk mengurangi cairan dalam paru-paru.
b. Pemberian Oksigen
Oksigen
diberikan dengan kecepatan 6-8 liter / menit. Intubasi maupun ventilasi tekanan
positif hanya dilakukan kalau ada indikasi yang jelas.
c. Pemberian Cairan Intravena
Cairan intra
vena diberikan pada tahap awal untuk persiapan mengantisipasi kalau kemudian
penambahan cairan dibutuhkan. Pemberian cairan infus intravena
selanjutnya baik jenis cairan, banyaknya cairan yang diberikan, dan
kecepatan pemberian cairan harus sesuai dengan diagnosis kasus. Misalnya pemberian
cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang pada syok
hipovolemik seperti pada perdarahan berbeda dengan pemberian cairan pada syok
septik. Pada umumnya dipilih cairan isotonik, misalnya NaCl 0.9 % atau Ringer
Laktat. Jarum infus yang digunakan sebaiknya nomor 16-18 agar cairan dapat
dimasukkan secara cepat.
Pengukuran
banyaknya cairan infus yang diberikan sangatlah penting. Berhati-hatilah agar
tidak berlebihan memberikan cairan intravena terlebih lagi pada syok septik.
Setiap tanda pembengkakan, napas pendek, dan pipi bengkak, kemungkinan adalah
tanda kelebihan pemberian cairan. Apabila hal ini terjadi, pemberian cairan
dihentikan. Diuretika mungkin harus diberikan bila terjadi edema paru-paru.
d. Pemberian Tranfusi Darah
Pada kasus
perdarahan yang banyak, terlebih lagi apabila disertai syok, transfusi darah
sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa penderita. Walaupun demikian,
transfusi darah bukan tanpa risiko dan bahkan dapat berakibat kompliksai yang
berbahaya dan fatal. Oleh karena itu, keputusan untuk memberikan transfusi
darah harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Risiko yang serius berkaitan
dengan transfusi darah mencakup penyebaran mikroorganisme infeksius ( misalnya
human immunodeficiency virus atau HIV dan virus hepatitis), masalah yang
berkaitan dengan imunologik ( misalnya hemolisis intravaskular), dan kelebihan
cairan dalam transfusi darah.
e. Pasang Kateter Kandung Kemih
Kateter
kandung kemih dipasang untuk mengukur banyaknya urin yang keluar guna menulai
fungsi ginjal dan keseimbangan pemasukan danpengeluaran cairan tubuh. Lebih
baik dipakai kateter foley. Jika kateterisasi tidak mungkin dilakukan, urin
ditampung dan dicatat kemungkinan terdapat peningkatan konsesntrasi urin ( urin
berwarna gelap) atau produksi urin berkurang sampai tidak ada urin sama sekali.
Jika produksi urin mula-mula rendah kemudian semakin bertambah, hal ini
menunjukan bahwa kondisi pasien membaik. Diharapkan produksi urin paling
sedikit 100 ml/4 jam atau 30 mL/ jam.
f. Pemberian Antibiotika
Antibiotika
harus diberikan apabila terdapat infeksi, misalnya pada kasus sepsiS, syok
septik, cidera intraabdominal, dan perforasi uterus.
Pada kasus
syok, pemberian antibiotika intravena lebih diutamakan sebab lebih cepat
menyebarkan obat ke jaringan yang terkena infeksi. Apabila pemberian intravena
tidak memungkinkan, obat dapat diberikan intramuskular. Pemberian antibiotika
per oral diberikan jika pemberian intra vena dan intramuskular tidak
memungkinkan, yaitu jika pasien dalam keadaan syok, pada infeksi ringan, atau
untuk mencegah infeksi yang belum timbul, tetapi diantisipasi dapat terjadi
sebagai komplikasi.
Profilaksis
antibiotika adalah pemberian antibiotika untuk pencegahan infeksi pada kasus
tanpa tanda-tanda dan gejala infeksi. Antibiotika diberikan dalam dosis
tugngal, paling banyak ialah 3 kali dosis. Sebaiknya profilaksis antibiotika
diberikan setelah tali pusat diklem untuk menghindari efeknya pada bayi.
Profilaksis antibiotika yang diberikan dalam dosis terapeutik selain menyalahi
prinsip juga tidak perlu dan suatu pemborosan bagi si penderita.
Risiko penggunaan antibiotika berlebihan ialah retensi kuma, efek samping,
toksisitas, reaksi alergi, dan biaya yang tidak perlu dikeluarkan.
g. Obat Pengurang Rasa Nyeri
Pada
beberapa kasus kegawatdaruratan obstetri, penderita dapat mengalami rasa nyeri
yang membutuhkan pengobatan segera. Pemberian obat pengurang rasa nyeri jangan
sampai menyembunyikan gejala yang sangat penting untuk menentukan diagnosis.
Hindarilah pemberian antibiotika pada kasus yang dirujuk tanpa didampingi
petugas kesehatan, terlebih lagi petugas tanpa keman mpuan untuk mengatasi
depresi pernapasan.
h. Penanganan Masalah Utama
Penyebab
utama kasus kegawatdaruratan kasus harus ditentukan diagnosisnwww.desitatrijayanti.blogspot.comya dan ditangani
sampai tuntas secepatnya setelah kondisi pasien memungkinkan untuk segera
ditindak. Kalau tidak, kondisi kegawatdaruratan dapat timbul lagi dan bahkan
mungkin dalam kondisi yang lebih buruk.
i.
Rujukan
Apabila
fasilitas medik di tempat kasus diterima tidak memadai untuk menyelesaikan
kasus dengan tindakan klinik yang adekuat, maka kasus harus dirujuk ke
fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Sebaiknya sebelum pasien dirujuk,
fasilitas kesehatan yang akan menerima rujukan dihubungi dan diberitahu
terlebih dahulu sehingga persiapan penanganan ataupun perawatan inap telah
dilakukan dan diyakini rujukan kasusa tidak akan ditolak.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kegawatdaruratan
dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang
terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna
menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
Penanganan
kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuat tim medis yang
menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas kesehatan yang
terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan
Prinsip umum
penanganan kasus kegawatdaruratan
a. Pastikan
jalan napas bebas
b. Pemberian
oksigen
c. Pemberian
cairan intravena
d. Pemberian
tranfusi darah
e. Pasang
kateter kandung kemih
f. Pemberian
antibiotika
g. Obat
pengurang rasa nyeri
h. Penanganan
masalah utama
i. Rujukan
3.2 Saran
Kasus
kegawatdaruratan maternal dan neonatal bukanlah merupakan tanggung jawab
petugas kesehatan untuk mengananinya. Namun, dibutuhkan peran serta berbagai
pihak dalam mewujudkan kondisi yang mendukung demi tercapainya keselamatan ibu
dan bayi yang mengalami kegawatan melalui sistem pertolongan yang sinergi, bekerja
efektif, efisien, dan kontinu.
Kasus
kegawatdaruratan merupakan hal yang saat ini mendapat perhatian yang begitu
besar. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak memberikan kontribusinya dalam
merespon kasus kegawatdaruratan ini. Bagi mahasiswa, sudah seyogyanya
memberikan peran dengan mempelajari dengan sungguh-sunggu kasus-kasus
kegawatadaruratan dan memaksimalkan keterampilan dalam melakukan penanganan
kegawatdaruratan yang berada dalam koridor wewenang bidan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Waspodo, dkk.. 2005. Pelatihan
Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri neonatal Esensial
Dasar.Jakarta :
Depkes RI.
2.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku
Panduan Praktis Maternal dan Neonatal.
2002. YBSP : Jakarta
3. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. YBPSP:
Jakarta.
5. Prawirohardjo,sarwon.2009.ilmu
kebidanan YBPSP: jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar